Wednesday, February 11, 2009

Cuma Mimpi

Q bangun di pagi ini
Ada gerimis mengiringi
Awan gelappun memayungi
Mentari tak bersinar lagi


Teringat mimpi semalam
Rasanya ada ganjalan
Terlintas lagu The Groove almarhum
Cuma khayalan judulnya mengalun


Disitu datanglah seseorang
Yang pernah dekat dihati
Kemesraan teriring
Tapi ada keraguan datang lagi


Q sudah punya kekasih hati
Yang baik n sangat mengerti
Tak pernah terpikir untuk pergi
Apalagi kembali pada masa lalu lagi


Mungkin ini cuma sekedar mimpi
Karena tak pernah terpikir di hati
Untuk kembali dengan dia yg telah pergi
Karena yang sekarang lebih berarti

Friday, February 6, 2009

Makna Sebuah Titipan

Gue dapet ni dari mailist..


Hari ini gw mengalami suatu kejadian yg mengingatkan gw sama Puisinya Rendra :


Makna Sebuah Titipan
(WS Rendra)


Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa : sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Allah
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,


tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?


Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu
diminta kembali oleh-Nya?


Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan
bahwa itu adalah derita.


Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.


Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti
matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,


Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"

Friday, January 30, 2009

Bila istri cerewet..??

Renungan untuk suami - suami, bila Istri Cerewet.........


Adakah istri yang tidak cerewet?
Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah sekaliber Umar bin Khatab pun cerewet.


Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin
Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan
istrinya.


Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah.
Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak
sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja,
mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.


Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan,berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?


Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4.


Apakah BP4 tersebut?


1. Benteng Penjaga Api Neraka.


Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah
mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa
dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal : syahwat.


Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.


Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liuka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru.
Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.


2. Pemelihara Rumah.


Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang
tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli
ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia. Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.


Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi?


Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang
lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena(mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.


3. Penjaga Penampilan.


Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian
warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya,
menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami
yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.


4. Pengasuh Anak-anak.


Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan.


Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar.
Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas,
pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, akulah yang membuatnya begitu.


Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.


5. Penyedia Hidangan.


Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas
di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung, tadi pagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di
lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah
berlebihan, menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam
memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.


Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel.
Mungkin dia capek,mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga dipundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara
hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia
mendengarkan keluh kesah buah lelah.


Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela
dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata - katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak
terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.


Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak
hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi
keluarganya.


WallahuAlam.