Thursday, July 31, 2008

1000 CIUMAN - Just for laugh


Saat ini jaman serba susah. Harga BBM naik, akibatnya terjadi PHK diberbagai perusahaan. Salah satu yang terkena PHK adalah Paijo.


Bulan ini ia tidak bisa lagi mengirim uang untuk istrinya di kampung halaman.


Ia hanya bisa mengirim surat. Isinya demikian:


Istriku Tercinta, Maafkan kanda sayang, bulan ini Kanda tidak bisa
mengirim uang untuk kebutuhan keluarga di rumah. Kanda hanya bisa
mengirimmu 1000 ciuman.
Paling cinta,

Kanda Paijo


Seminggu kemudian Paijo mendapat surat balasan dari istri tercintanya:


Kanda Paijo tersayang, Terima kasih atas kiriman 1000 ciumanmu.

Untuk bulan ini Dinda akan menyampaikan laporan pengeluaran keluarga :
Tukang minyak bersedia menerima 2 ciuman setiap kali membeli 5 liter
Minyak tanah.


Tukang listrik mau dibayar dengan 4 ciuman per tanggal 10 setiap bulannya.


Pemilik kontrakan rumah mau dibayar cicilan dengan 3 x ciuman setiap harinya.


Engkoh pemilik toko bahan makanan tidak mau dibayar pakai ciuman. Ia maunya dibayar dengan yang lain.. Ya terpaksa Dinda berikan saja.


Hal yang sama juga Dinda berikan buat kepala sekolah dan gurunya si Udin
yang sudah 3 bulan nunggak uang sekolah..


Besok Dinda mau ke pegadaian untuk tukerin 200 ciuman dengan uang tunai,karena yang punya pegadaian sudah bersedia menukarkan 200 ciuman + bayaran lainnya dengan uang 650ribu, lumayan buat ongkos sebulan.


Keperluan pribadi Dinda bulan ini mencapai 50 ciuman.


Kanda tersayang.. bulan ini Dinda merasa jadi orang yang paling kaya di
kampung, karena sekarang Dinda memberikan piutang ciuman ke banyak pemuda
di kampung kita dan siap ditukar kapan pun Dinda butuhkan.


Kanda, dari kanda masih tersisa 125 ciuman, apakah kanda punya ide? Atau
saya tabung saja ya?


Paling sayang, dari Dinda seorang.


... Gedubrak!! Paijo pun Pingsan.


*** Di jaman sekarang ... emang bisa hidup dengan 1000 CIUMAN ??? ***

Wednesday, July 30, 2008

Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir

Gue dapet email dari seorang teman. Menurut gue isi tulisan ini bagus untuk dijadikan bahan renungan. So qt bisa lbh bijak menyikapi hidup n segala permasalahannya.

Pasar malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira.
Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat. Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini. Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang.
Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping -keping.


Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali
menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya.
Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir.
'Hingga tetes terakhir', pikirnya.


Manusia kuat lalu menantang para penonton: "Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!"


Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung.
Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah
terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi
tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata :
"Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"


Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia
boleh mencoba. "Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung." Walau
dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu.
Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.


Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk
itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya
memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas
meja panggung.


Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh. Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya,
aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak
orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku
tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil
memenangkan hadiah itu.


Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?" "Begini," jawab
wanita itu, "Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku
harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.


Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras
setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit
bagiku".


Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku
perlukan.


Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup
keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya
tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering.
Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku
mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku. "Bila Anda
memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya", demikian kata seorang bijak.


Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang
cukup kuat untuk menerima hal tersebut.

Monday, July 28, 2008

Catatan Dewi Lestari

sebuah catatan dari D tentang perpisahan dia dengan Marcel. Menarik !


Perpisahan, sebagaimana kematian, adalah hal yang paling dihindari manusia. Padahal sama seperti pertemuan dan kelahiran, kedua sisi itu melengkapi bagai dua muka dalam satu koin. Hadir sepaket tanpa bisa dipisah. Seberapa lama jatah kita hidup, kita tidak pernah tahu. Yang jelas, kita selalu berjuang setengah mati untuk bisa menerima mati.


Saya sempat termenung melihat salah satu adegan dalam film "Earth" dimana seekor kijang berlari sekuat tenaganya hingga pada satu titik dia begitu berpasrah saat digigit oleh harimau, menghadapi kematiannya dengan alami. Adegan yang tadinya begitu mencekam akhirnya bisa berubah indah saat kita mampu mengapresiasi kepasrahan sang kijang terhadap kekuatan yang lebih besar darinya. Persis bagaikan kijang yang berlari,manusia dengan segala macam cara juga menghindari kematian. Orang yang sudah tidak berfungsi pun masih ditopang oleh segala macam mesin agar bisa hidup. Perpisahan tak terkecuali. Kita pasti akan berjuang habis-habisan untuk bertahan terlebih dahulu. Namun,sebagaimana kijang
yang akhirnya berlutut pasrah, sekeras-kerasnya kita menolak kematian
dan perpisahan, setiap makhluk bisa merasakan jika ajal siap menjemput,
jika ucapan selamat tinggal siap terlontar. Dan pada titik itu, segala perjuangan berhenti.


Dalam semua hubungan, kita bisa saja menemukan 1001 alasan yang kita
anggap sebab sebuah perpisahan. Namun saya percaya, penyebab yang paling mendasar selalu sederhana dan alami: memang sudah waktunya. Hidup punya masa kadaluarsa, hubungan pun sama. Jika tidak, semua orang tidak akan pernah mati dan semua orang tidak pernah ganti pacar dari pacar pertamanya. Kita bisa bilang, putusnya hubungan A karena dia selingkuh,
karena bosan, karena ketemu orang lain yang lebih menarik, belum jodoh,
dan masih banyak lagi. Padahal intinya satu, jika memang sudah waktunya,
perpisahan akan menjemput secara alamiah bagaikan ajal. Bungkus dan
caranya bermacam-macam, tapi kekuatan yang menggerakkannya satu dan
serupa. Tentu dalam prosesnya kita berontak, protes, menyalahkan
ini-itu, dan seterusnya. Namun hanya dengan terus berproses dalam aliran
kehidupan, kita baru menyadari hikmah di baliknya.


Jadi, semua faktor yang selama ini diabsahkan orang-orang sebagai
penyebab perpisahan (orang ketiga, KDRT, tidak dinafkahi, dan lain-lain)
menurut saya sebenarnya adalah gejala yang terlihat, bukan penyebab.
Sama halnya batuk sebagai gejala penyakit flu. Batuk bukan penyebab,tapi gejala penyakit yang terlihat. Kita sendiri tidak bisa melihat
virusnya, cuma merasakan akibatnya, yakni batuk atau beringus. Tapi seringkali kita tertukar memilah mana efek dan mana sebab, hanya karena efek yang terlihat lebih mudah dijelaskan. Alasan sesederhana "memang
sudah waktunya" dirasa abstrak, teoritis, filosofis, dan mengada-ada.


September 2006 adalah momen penyadaran saya dengan Marcell, saat kami
merasa bahwa hubungan kami sudah kadaluarsa. Susah sekali kalau disuruh
menjelaskan: kok bisa tahu? Tapi kami sama-sama merasakan hal yang sama.
Dan pada saat itulah kami memutuskan untuk belajar berpisah, saling melepaskan. Jadi, masalah intinya bukan memaafkan dan memaklumi efek apa
yang terlihat, tapi menerima bahwa inilah adanya. Hubungan yang
kadaluarsa. Perkembangan yang akhirnya membawa kami ke titik perpisahan.
Dan, untuk sampai pada penerimaan ini, dua tahun saya jalani dengan
berbagai macam cara: meditasi, penyembuhan diri, dan sebagainya, hingga
kami bisa saling melepaskan dengan lapang dada, dengan baik-baik, dengan pengertian, dengan kesadaran.


Memaafkan bagi saya adalah menerima. Menerima kondisi kami apa adanya.
Segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangkali kita cuma
bisa tahu sekian persennya aja. Tidak mungkin diketahui semua. Apalagi
dimengerti. Sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu
dengan Marcell, menikah, dan seterusnya. Fate, atau destiny, menjadi cara manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. Perpisahan pun sama hukumnya. Meski sepertinya keputusan berpisah ada "di tangan kita",tapi ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.


Namun seringkali konsep "memaafkan" yang kita kehendaki adalah kemampuan untuk mengembalikan situasi ke saat sebelum ada masalah. Alias rujuk lagi seperti dulu. Dan keinginan kami untuk berpisah dianggap sebagai
ketidakmampuan kami untuk saling memaafkan. Menurut saya, pemaafan yang sejati hanya bisa diukur oleh masing-masing pribadi, di dalam hatinya
sendiri. Dan bagi kami, dalam masalah ini, "memaafkan" tidaklah identik dengan "pengembalian situasi ke kondisi semula". Dalam proses pemaafan ini, kami pun bertumbuh. Dan di sinilah saya menyadari, juga Marcell,dinamika kami sebagai suami-istri lebih baik disudahi sampai di sini.
Kami menemukan wadah yang lebih kondusif untuk menopang dinamika kami
sebagai dua manusia, yakni sahabat tanpa wadah pernikahan.


Lantas, orang-orang pun berargumen: semua suami-istri juga pada ujungnya
jadi sahabat! Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Bahkan ada suami-istri yang menjadi musuh bagi satu sama lain meski mereka tetap menikah.
Ketika sepasang suami-istri menjadi sahabat, mereka tentu bisa merasakan
wadah apa yang paling tepat untuk menopang dinamika mereka. Jika
pernikahan masih dirasakan sebagai wadah yang pas, maka mereka akan
meneruskan persahabatan dalam cangkang pernikahan. Evolusi saya dan
Marcell ada di kompartemen yang lain lagi. Cangkang pernikahan tidak lagi kami rasakan sebagai wadah yang "pas". Jika dijalankan pun, cuma jadi kompensasi sosial yang alasannya bukan lagi kebahagiaan kami,
melainkan kebahagiaan masyarakat, keluarga, sahabat, dan seterusnya.
Satu opsi yang menurut saya sangat tidak sehat, membunuh pelan-pelan,
dan kepalsuan berkepanjangan.


Lantas, bagaimana dengan Keenan? Apakah kebahagiaannya juga tidak kami perhitungkan? Analogi yang barangkali bisa membantu menggambarkan ini
adalah petunjuk emergensi di pesawat. Dulu, saya sering bingung, kenapa
orang tua disuruh memakai masker oksigen duluan sebelum anaknya.
Sekarang saya mengerti, dan setidaknya ini adalah kebenaran bagi saya:
kita tidak bisa membahagiakan orang lain sebelum kita sendiri bahagia.
Satu buku yang sangat terkenal, "Celestine's Prophecy", juga bicara soal
ini. Kita harus "penuh" dulu sebelum bisa "memenuhi" orang lain. Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang dibagi.


Saya menikah bukan karena Keenan, dan kalaupun saya bertahan menikah,
seharusnya juga bukan karena Keenan. Karena kalau cuma karena Keenan,
dengan demikian saya menaruh beban yang luar biasa besar dan bukan
porsinya Keenan, bahkan saya menjadi seseorang yang tidak bertanggungjawab, dengan meletakkan fondasi pernikahan saya pada seorang anak. Ini barangkali bukan pandangan yang umum. Kita tahu betapa banyak
orang di luar sana yang bicara bahwa anak harusnya menjadi pengikat,
bahkan dasar. Bagi saya, Keenan bukan tali atau fondasi. Dia adalah busur yang akan melesat sendiri satu saat nanti. Kewajiban utama saya adalah menjadi manusia yang utuh agar saya bisa membagi keutuhan saya dengan dia. Dan keutuhan jiwa saya tidak saya letakkan dalam pernikahan,tidak juga pada siapa-siapa, melainkan pada diri saya sendiri. Saya
hanya bisa bahagia untuk diri saya sendiri. Kalau ada yang lain merasa
kecipratan, ya, syukur. Kalau tidak pun bukan urusan saya.


Di dunia di mana seorang martir selalu memperoleh citra istimewa, apa yang saya ungkap barangkali terdengar egois. Sama seperti narasi yang kerap digaungkan infotainment, yang berbicara soal kebahagiaan anak
bernama Keenan dan "hatinya yang terkoyak karena keegoisan
ayah-bundanya" , seorang anak yang tidak mereka kenal sama sekali tapi
mereka berbicara seolah bisa menembus ke dalam hatinya. Padahal, kalau
direnungi dalam-dalam, sesungguhnya kita tidak pernah berbuat sesuatu
untuk orang lain, meski kita berpikir demikian. Kita berbuat sesuatu karena itulah yang kita anggap benar bagi diri kita sendiri. Dan kebenaran ini sangatlah relatif. Jika ada 6,5 miliar manusia di dunia,
maka ada 6,5 miliar kebenaran dan ukuran kebahagiaan. Norma berubah,agama berubah, sains berubah, segalanya berubah dan tidak pernah sama.
Kebahagiaan pun sesuatu yang hidup, berubah, dan tidak statis.


Membahagiakan Keenan, keluarga, para penggemar, masyarakat, juga menjadi
keinginan saya. Tapi saya pun tidak bisa selamanya mencegah mereka semua
dari ketidakbahagiaan. Karena apa? Seseorang berbahagia karena dirinya
sendiri. Kebahagiaan bukan mekanisme eksternal, tapi internal.
Ilustrasinya begini, dua orang sama-sama dikasih apel, yang satu bahagia
karena memang suka apel, yang lain kecewa karena sukanya durian. Berarti
bukan apelnya yang bisa bikin bahagia, tapi reaksi hati seseoranglah
yang menentukan. Yang tidak suka apel baru bisa bahagia kalau akhirnya
dia bisa menerima bahwa yang diberikan kepadanya adalah apel dan bukan
durian-sebagaimana yang dia inginkan. Alias menerima kenyataan. Saya
tidak bisa membuat siapa pun berbahagia, sekalipun saya ingin berpikir
demikian. Kenyatannya, hanya dirinya sendirilah yang bisa. Saya hanya bisa menolong dan memberikan apa yang orang tersebut butuhkan, SEJAUH yang saya bisa. Namun saya tidak memegang kendali apa pun atas kebahagiaannya.


Seseorang lantas mampir ke blog ini dan bertanya: Tuhan seperti apa yang
saya anut? Karena kasih Tuhan seharusnya mengingatkan saya untuk terus bersatu, sebab tidak ada Tuhan yang menyukai perpisahan. Bagi saya,
Tuhan berada di luar ranah suka dan tak suka. Jika dunia ini berjalan hanya berdasarkan kesukaan Tuhan, dan Tuhan hanya suka yang baik-baik saja, mengapa kita dibiarkan hidup dengan peperangan, dengan air mata,dengan patah hati, dengan ketidakadilan, dengan kejahatan? Mengapa harus
ada hitam bersanding dengan putih? Lantas, kalau ada orang yang kemudian
berargumen bahwa bagian hitam bukan jatahnya Tuhan tapi Setan, maka
jelas Tuhan yang demikian bukan Yang Maha Kuasa. Ia menjadi terbatas,kerdil, dan sempit. Bagi saya, Tuhan ada di atas hitam dan putih,
sekaligus terjalin di dalam keduanya. Tidak ada yang bukan Tuhan. Ia tak
mengenal konsep "kecuali".


Selama beberapa hari terakhir, begitu banyak pesan dan komentar yang
dilayangkan pada kami. Dari mulai bertanya, kecewa, prihatin, sedih,kaget, bahkan bak seorang Nabi bernubuat, ada yang meramalkan ini-itu
sebagai konsekuensi keputusan kami. Tak sedikit juga yang memilih tidak
berkomentar dan bertanya, hanya memberi dukungan. Kami berterima kasih
untuk semua. Kami pun tak meminta banyak, hanya satu hal: hargai keputusan kami. Yang kami selamatkan di sini bukan "keutuhan keluarga"
melainkan keutuhan hati dan jiwa masing-masing. Karena buat kami, itu
lebih penting daripada keluarga utuh tapi dalamnya rapuh. Maaf jika itu membuat beberapa dari Anda kecewa. Saya juga mengerti begitu banyak yang berupaya mendorong kami untuk terus berusaha, mempertanyakan usaha kami,dan bereaksi seolah-olah kami memutuskan keputusan ini dalam semalam.
Sungguh, ini bukan keputusan "kemarin sore". Kita semua tahu keputusan
bercerai adalah keputusan yang besar. Intinya, terima kasih atas perhatian nya, dan mari kita kembali urus diri masing-masing.


Saya bukan penonton infotainment dan juga bukan pembaca tabloid, tapi
dari beberapa info yang kebetulan sampai ke pengamatan saya, bisa
disimpulkan bahwa manusia begitu haus drama. Mungkin karena itulah kita
begitu rajin membuat sinetron dengan akting-akting berlebihan dan
cerita-cerita ekstrem, karena hanya dengan cara demikianlah kita bisa
menerima realitas. Kita begitu terbiasa dengan drama dan tragedi.
Kondisi di mana saya dan Marcell bisa duduk berdampingan, berpisah
dengan baik-baik, seolah-olah terlewatkan sebagai buah upaya kami yang
nyata karena semua orang sibuk mengedepankan pertunjukan teater versinya
masing-masing. Apa pun yang saya katakan, pada akhirnya selalu dibingkai
narasi, entah lisan atau tulisan, yang merupakan ramuan opini si penulis
naskah. Itulah yang akhirnya membuat saya dan Marcell lebih banyak
tertawa sendiri, pers hiburan rasanya seperti servis sosial di mana kami
mengumpankan dongeng untuk kepentingan hajat hidup mereka, bukan lagi
berbagi kebenaran. Dengan info-info sepotong yang mungkin lebih banyak
asumsinya ketimbang faktanya, mereka bisa merangkai pertunjukan teater apa pun yang mereka mau. Dan itulah yang menghibur. Sisanya? Kenyataan yang membosankan. Nyata, tapi tidak seru. Dan bukan itu yang orang mau.


Hari ini, saya ditunjukkan tabloid C&R yang terbaru. Kami berdua menjadi
sampul depan, dengan laporan empat halaman. Saya sempat tercengang
karena mereka mengutip hal yang tidak pernah saya lontarkan, menuliskan
pertanyaan yang tidak pernah mereka tanyakan, tapi ditulis sedemikian
rupa seolah terjadi dialog langsung antara saya dan penulis/wartawan.
Bahkan, mereka menuliskan alamat rumah saya dengan lengkap, tanpa izin terlebih dahulu. Plus, ditambah unsur-unsur dramatis bahwa kepindahan saya adalah untuk "mengubur masa lalu". Padahal saya berencana pindah sejak tahun lalu karena semata-mata alasan pekerjaan. Tidak hanya mereka
menulis sesuai dengan bingkai yang mereka mau, bahkan untuk mengepas
"gambar realitas" ke bingkai tersebut, mereka melakukan hal yang tidak
etis. Saya tidak tahu fungsi dari alamat lengkap saya untuk bumbu berita
mereka, tapi mereka menuliskannya seolah tidak berpikir bahwa hal tersebut menyangkut isu sekuritas, dan juga privasi. Media seharusnya tidak memberikan alamat seseorang begitu saja. Sejauh saya berkarier,pihak media selalu meminta izin jika ingin memberikan alamat. Entah zaman yang sudah berubah, atau privasi sudah jadi kata-kata kosong dalam realm pers hiburan.


Beberapa debat dan diskusi di internet pun merebak, bahkan terkadang menjadi pengadilan tak resmi. Ada banyak nama yang disebut,
dispekulasikan, dan sampai didiskreditkan. Orang-orang yang juga punya
kehidupan, keluarga, karier, dan privasi. Sekalipun dengan tegas saya dan Marcell mengatakan bahwa alasan kami berpisah bukan karena pihak ketiga atau ketujuhbelas, tapi seperti angin lalu, mereka tak jemu
mengorek sana-sini, termasuk ke sahabat-sahabat terdekat saya. So,
seriously, they don't have any concern for the truth. They have concern
on "stories". Lucu. Yang menjalani saja santai-santai, yang kebakaran
jenggot malah orang-orang lain. Jika dilihat secara keseluruhan,sesungguhnya inilah dagelan kita bersama. Barangkali demikian juga
halnya nasib semua berita hiburan (bahkan non-hiburan) yang beredar
selama ini.


Lalu, hendak ke mana setelah ini? Saya tidak tahu. Apakah akan ada
penyesalan? Saya tidak tahu. Apa pun yang menanti saya sesudah ini,
itulah konsekuensi, tanggung jawab, dan karma saya. Pahit atau manis.
Tak seorang pun yang tahu. Namun inilah pelajaran hidup yang menjadi jatah saya, dan saya menerimanya dengan senang hati. Saya tidak berdagang dengan Tuhan. Setiap detik dalam hidup adalah hadiah. Setiap
momen adalah perkembangan baru. Bagi saya, itu sudah cukup. Bagi saya,itulah bentuk kesadaran.


Jadi, kalau pertanyaan emas itu kembali dilontarkan: apa penyebab Dewi dan Marcell bercerai? Mereka sadar, menerima, dan memaafkan. bahwa hidup telah membawa mereka ke titik perpisahan.


Abstrak? Filosofis? Teoritis? Utopis? Saya sangat mengerti mengapa
label-label itu muncul. Kebenaran kadang memang sukar dipahami. Hanya bisa dirasakan. Sama gagapnya kita berusaha mendefinisikan Cinta. Pada
akhirnya, kita cuma bisa merasakan akibatnya.


Salam,


~ D ~

Sunday, July 27, 2008

Istimewanya Seorang Wanita

Gue dapet email dari seorang teman..dia mendapatkan tulisan ini dari group email..
Menurut gue tulisan ini bagus banget untuk dijadikan masukan n renungan bagi para perempuan..


Mungkin bisa menjadi jawaban dari pertanyaan2 yg selama ini selalu
menghantui kamu perempuan....


Kaum feminis bilang susah jadi wanita, lihat saja peraturan dibawah ini:


1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.


2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi
tidak sebaliknya.


3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.


4. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.


5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung Dan melahirkan anak.


6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada
isterinya.


7. Talak terletak di tangan suami Dan bukan isteri.


8. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid Dan nifas yang
tak Ada pada lelaki.


Itu sebabnya mereka tidak henti-hentinya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN
WANITA".


Pernahkah Kita lihat sebaliknya (kenyataannya) ?


1. Benda yang Mahal harganya akan dijaga Dan dibelai serta disimpan
ditempat yang teraman Dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan
dibiarkan terserak bukan? Itulah bandingannya dengan seorang wanita.


2. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya?


3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi
tahukah harta itu menjadi milik pribadinya Dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan, Ia perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri Dan anak-anak.


4. Wanita perlu bersusah payah mengandung Dan melahirkan anak,tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat Dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, Dan tahukah jika ia mati karena melahirkan adalah syahid Dan surga menantinya.


5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan
terhadap! 4 wanita, yaitu : Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan
saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab
terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki,yaitu : suaminya, ayahnya,
anak lelakinya Dan saudara lelakinya.


6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga
yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu :sembahyang 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada suaminya Dan menjaga kehormatannya.


7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi
wanita jika taat akan suaminya,serta menunaikan tanggungjawabnya kepada
ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang
pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.


Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita Ingat firman Nya,
bahwa mereka tidak akan berhenti melakukan segala upaya, sampai Kita
ikut / tunduk kepada cara-cara / peraturan Buatan mereka. (emansipasi
Ala western)


Yakinlah, bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan Kita,
maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala Hukumnya / peraturannya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan/hukum buatan manusia.


Jagalah isterimu karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu, sebagaimana
Rasulullah pernah mengajarkan agar Kita (kaum lelaki) Berbuat baik
selalu (gently) terhadap isterimu.


Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak
perempuan, mampu menjaga Dan mengantarkannya menjadi muslimah Yang baik,
maka surga adalah jaminannya. (untuk anak laki2 berlaku kaidah yang
berbeda).


Berbahagialah wahai para muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi
absurd Dan semu di dunia ini. Tunaikan Dan tegakkan kewajiban agamamu,
niscaya surga menantimu

Thursday, July 17, 2008

PELAJARAN BUAT PARA SUAMI


Umar lagi asik-asiknye nonton bola depan tipi, tau-tau bininye nyelonong:
"Bang, lampu teras putus, tolong gantiin ame yang baru dong!"
"Masang lampu ?!!!, lu kire gue PLN apah...!!!" saut Umar enteng.


"Ya udeh kalo kaga mau, benerin aje keran kamar mandi, itu tuh aernya ampe
luber-luber"
"Benerin keran ?!!!, lu kire gue PAM kali...!!!"


"Ya udeh, kalo lu pegi beli rokok ke warung aje gue nitip minyak"
"Lu kagak bisa liat orang lagi enak nonton kali ye, lu kire gue PERTAMINEEE. !!!" Umar sewot.


Lantaran berasa digangguin terus, Umar ngeloyor ke rumah tetangge,
balik-balik jem 2.
Tapinye Umar kaget lantaran terasnye udah terang.
Terus Umar ke kamar mandi, aer udah kaga luber-luber; ke dapur.. jerigen
minyak juga udah full tenk.


Paginye Umar nanya ame bininye: "Lu minta tulung ame siape...?"
"Gini bang, abis abang minggat, gue nangis di teras.Terus ade cowok
ganteng lewat nanyain gue. Gue cerite ape adenye, juga soal abang nyang sewot. Terus die nawarin buat ngebantuin, tapi ada syaratnye."


"Ape syaratnye... ?" Umar pingin tau.
"Syaratnye bisa pilih, gue bikinin die roti atawa tidur ame die"
"Terus yg pasti elu bikinin die roti kan ...?" Umar ngedesek.


"Bikinin roti ?!!! . Lu pikir gue HOLLAND BAKERY apee...?!!!"

Tuesday, July 15, 2008

Asal muasal King Kong

Mengapa King Kong digunakan untuk nama Kera atau Monyet Raksasa ?
Mengapa tidak digunakan nama Great Ape, King Monkey, Giant Ape, Giant
Mongkey atau yang lainnya ?


Menurut ahli bahasa, kata King Kong berasal dari bahasa Inggris dan bahasa
Latin, yang artinya Raja Monyet. King artinya Raja (bahasa Inggris) dan
Kong artinya Monyet (bahasa Latin).


Berikut adalah kata-kata yang terkait dengan Kong :
1. Kong Kali Kong: Artinya banyak Monyet ! Bayangin , Monyet dikalikan
dengan Monyet !


2. Kong Res (Kongres) : Artinya Monyet Ngumpul ! Res singkatan dari
Residu, sisa yang terkumpul.


3. Kong Kow : Artinya, Monyet Gaul ! Kow dari bahasa Mandarin non-formal
yang artinya main, bergaul atau ngerumpi.


4. Ngong Kong : Artinya Monyet Jongkok ! Ngong artinya duduk atau Jongkok
dalam bahasa Sanskerta.


5. Kong Guan : Artinya Biskuit Monyet, atau Biskuit kesukaan Monyet !


6. Kong Lomerat : Artinya Kumpulan besar Monyet! Glomerat artinya
menggelinding menjadi bola yang besar.


7. Kong Si (Kongsi) : Artinya Empat Monyet pengusaha! Si adalah bahasa
Mandarin artinya empat.


8. Cu Kong : Monyet banyak duitnya! Cu artinya banyak duit menurut bahasa
Mandarin kuno yang sudah kadaluarsa.


9 . Eng Kong : Artinya Mbahnya Monyet !


10. Sing Kong : Akar umbi ngumpet dalam tanah, takut ama monyet! Sing =
singitan (bhs Jawa) = ngumpet.


11. Bo Kong : Bagian tubuh belakang monyet di bagian bawah yang kelihatan
bengkak. Bo = aboh (bahasa Jawa) = bengkak.


13. Jerang Kong : Kerangka monyet ! Jerang = tulang belulang menurut
bahasa antah berantah.


14. Bang Kong : Monyet bangun kesiangan ! Bang = singkatan dari bangun.


15. Sun Go Kong : Sun = cium, Go = pergi atau Hayo, Kong = monyet ; Sun Go
Kong= Hayo cium Monyet

Sunday, July 13, 2008

Kapan Terakhir Anda Pergi ke Kuburan ?

*"Aku tidak mau menghantar mu, aku hanya mau menjemput mu. Kalau ngantar,aku pasti pulang sendirian,tetapi kalau jemput, kita pulang berdua.
Makanya kalau diminta memilih, aku lebih baik jemput daripada ngantar. Akunggak mau ditinggal sendirian". **


Petikan diatas bukan sebuah puisi cinta ABG ataupun syair lagu selingkuh
'sontoloyo' yang latah dijadikan jimat penglaris artis sekarang.
Kalimat-kalimat ini yang kami dengar di rumah duka dan juga di pemakaman
suaminya. Suara itu terdengar berulang di bibir wanita muda itu. Bertiga
mereka, ibu dan dua anaknya saling berangkulan. Tubuh-tubuh mereka bergetar lemah, lelah dihajar kesedihan dan putus asa. Tidak ada lagi
tangis yang membahana laksana guruh disiang bolong, yang ada hanya
tangisan dalam yang pilu menyayat hati. Tidak ada lagi air mata yang bisa
ditumpahkan oleh mata-mata yang bengkak karena meratap itu.


Mereka menatap hampa ke arah liang lahat, menyaksikan orang yang sangat mereka cintai, perlahan diturunkan kedalam tanah merah. Seseorang tempat mereka berbagi canda, tawa dan duka, kini dimasukkan ke dalam perut bumi,
lewat tali-tali tambang. Pemandangan yang membuat semua yang memiliki hati dan darah, meneteskan air mata.
Mereka yang hadir, baik yang telah beruban
atau berambut hitam tampak tertegun.


Dia, seorang manager berusia belia dari sebuah perusahaan penerbangan
terkemuka, baru saja dipanggil menghadap ilahi. Kepergiannya yang begitu
mendadak menyisakan duka yang dalam bagi istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Tidak hanya itu saja, perusahaan tempat ia bekerja juga kehilangan
manager unggulan yang baru saja akan dipromosikan. Begitu juga dengan kami,saudara dan sahabat-sahabat nya pun seolah tidak percaya dengan apa yang kami lihat. Begitu muda, demikian cepat dan sangat tak terduga.


Demikianlah kematian, satu-satunya bagian dari episode kehidupan yang harus dilalui oleh setiap mahluk yang berlabel 'hidup'. Hidup tak lengkap tanpa nya. Kadang dia datang merangkak perlahan, namun tak jarang
menyergap tiba-tiba.


Tetapi walaupun pasti, hanya sedikit dari kita yang
ingat akan bab yang satu itu. Cukup mengherankan. Apakah itu satu-satunya
bab yang tidak ingin kita bahas dari keseluruhan buku kehidupan ini.
Pada bab pertama mungkin tertulis tentang kelahiran. Bab kedua dan ketiga
tentang masa kecil. Bab ketujuh tentang pernikahan. Bab kesembilan tentang perselingkuhan yang memuakkan.


Selanjutnya tentang ambisi atau tambah istri. Bab kesebelas tentang entrepreneurship, lalu tentang tips mendatangkan uang dan kesuksesan. Tetapi bab terakhir, bertuliskan 'kematian', jarang dilirik. Kurang peminat. Mungkin karena bab pertama hingga bab kesekian selalu berbicara tentang 'aku' meskipun kadang diselubungi hal-hal yang tampak mulia, tetapi bab terakhir–bab penutup-
berbicara tegas penuh otoritas tentang 'DIA', produser sekaligus sutradara
hidup ini.


Begitu banyak mailing list tentang kesuksesan dan entrepreneur, tetapi
milist tentang 'kematian', memang bukan ide yang akan mendatangkan uang
bagi kita. Belum pernah ada seminar tentang "Seberapa Siap Anda Untuk Meninggal
Dunia ?" diproklamirkan oleh sebuah event organizer. Pernahkah Anda temui seminar tentang "Apa Yang Telah Anda Berikan Sebelum Anda Dipanggil Sang Khalik?" penuh sesak disemuti orang-orang berdasi. Kalaupun ada, mungkin hanya kaum sufi dan mereka yang sengaja memencilkan diri di hutan dan gunung, berminat akan seminar gila itu.


Pernah seorang sahabat memberikan nasehat aneh sebagai berikut. Jika suatu
saat jabatan Anda direncanakan naik lebih tinggi, atau perusahaan Anda sedang berkembang sangat pesat, atau ada wanita cantik milik orang lain yang menggoda, pergilah ke kuburan. Ia menyarankan kita duduk berlama-lama di sebuah makam yang tidak kita kenal, bahkan jika Anda punya cukup nyali,
tidur beberapa menit diantara makam yang berbaris rapi. Sebuah nasehat yang kurang waras tentunya. Tetapi ada sebuah logika yang cukup kuat didalamnya.


Maksudnya begini, 'ziarah' seringkali sangat ampuh membuat kita akan
segera ingat tentang mereka yang ada dulu pernah ada di puncak, bahwa mereka itu semua berakhir sebagai tulang belulang diperut bumi. Ziarah serta merta akan efektif membuat Anda ingat akan 'bab terakhir'.


Pernah ada sebuah kalimat dari seorang bijak berkata demikian, "Beritahulah aku
umurku, supaya aku tahu betapa fananya aku". Rupanya memang kita ini para manusia yang hebat, brilian, gagah, tampan, cantik, sexy, sekaligus pelupa ini harus sering-sering diingatkan akan bab terakhir hidup kita.
Bab yang mengajarkan kita tentang siapa Pemilik Sejati dari segalanya. Bab yang mengajarkan bagaimana meninggalkan tinta emas pada perjalanan kita
yang sebentar dimuka bumi ini. Lampiran-lampiran terakhir yang memberikan
peta yang jelas tentang jalan pulang ke rumah. Bagian yang sering kali
kita lupakan. Mungkin dengan demikian jiwa kita akan selalu dipenuhi
dengan kerendahan hati, kasih dan syukur.
Jika demikian sepertinya frekuensi nonton bola bareng, kongkow-kongkow
dicafé atau pergi ke dugem, harus sedikit dikurangi.


Mengapa ? Karena
tempat-tempat diatas seringkali membuat kita lupa akan bab terakhir.
Penggantinya adalah 'wisata lubang kubur' atau mungkin sekedar berperan serta sebagai penghantar dalam sebuah upacara pemakaman. Kegiatan ini
cukup efektif untuk mengingatkan kita bahwa tidak ada skenario 'aku ingin hidup seribu tahun lagi' dalam hidup ini. Apalagi cepat atau lambat, siap atau tidak siap, kita bukan lagi sebagai pengantar, tetapi merekalah yang
mengantarkan Anda dan saya ke sana. Percayalah itu pasti terjadi.
Persoalannya, jika itu terjadi satu jam dari sekarang, apakah kita sudah
siap ?


Jawaban atas pertanyaan itu tentu melibatkan banyak hal.
Seberapa indah jejak kita. Seberapa besar manfaat yang kita tinggalkan. Seberapa banyak jalan bengkok yang telah kita luruskan....dan seterusnya dan seterusnya.


Jika tulisan-tulisan ini lebih tampak sebagai sesuatu yang 'menakut-nakuti' atau sesuatu yang melemahkan semangat Anda, saya pribadi
mohon maaf. Karena saya pribadipun -kalau mau jujur- takut juga. Tetapi
bukankah seharusnya bab
terakhir itulah, yang membuat kita lebih termotivasi lagi, untuk
meninggalkan tinta emas pada jejak langkah kita. *


Wallahualam bishawab*.


*By MTA – Made Teddy Artiana

Tuesday, July 1, 2008

Doa untuk yang Masih LAJANG

Gue dapat email ini dari kk kelas gue..yang diambil dari mailing list..
Bisa jadi alternatif untuk yang lagi jomblo..or yang sedang mencari belahan hatinya..


Tuhanku……
Aku berdo'a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu.
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu.


Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting.
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau,
dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya,dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia-sia.


Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas.
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga menasehatiku ketika aku berbuat salah.


Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku.
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi.
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku disisinya.


Tuhanku…..
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna.
Sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu.
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya.
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.


Tuhanku…..
Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga.
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku.


Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu.
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.
Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya.
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana,
mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi.


Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan:
"Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna."


Aku mengetahui bahwa engkau ingin kami bertemu pada waktu yang tepat.
Dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah Engkau tentukan.
Amin……..
Amin.......
Amin.......